This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 18 November 2021

Pengembangan UMKM Melalui Digitalisasi Teknologi dan Integrasi Akses Permodalan

Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan hasil resume dari Jurnal Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Vol 8, No.2, Juni 2020: 248-256 yang disusun oleh Ramlah Puji Astuti, Kartono & Rahmadi dengan judul :

PENGEMBANGAN UMKM MELALUI DIGITALISASI TEKNOLOGI DAN INTEGRASI AKSES PERMODALAN.

    Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memegang peranan yang sangat besar dalam memajukan perekonomian Indonesia (Susilo dkk, 2008). Selain sebagai salah satu alternatif lapangan kerja baru, UMKM juga berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Saat ini, UMKM telah berkontribusi besar pada pendapatan daerah maupun pendapatan negara Indonesia. Tingkat penyerapan tenaga kerjanya yang relatif tinggi dan kebutuhan modal investasinya yang kecil, menyebabkan UMKM bisa dengan fleksibel menyesuaikan dan menjawab kondisi pasar yang terus berubah. 

        UMKM sebagi leading sektor usaha di Indonesia harus dapat meniyesuaikan kegiatan poduksi dan pemasaranya sesuai dengan perkembangan jaman. Terlebih di era digitalisasai saat ini, pelaku usaha seharusnya dapat lebih mengefisiensikan biaya promosi melalui promosi secara online. Kenyataanya keadaan ini belum dapat termanfaatkan dengan baik oleh pelaku UMKM, khususnya UMKM yang ada di desa. Oleh sebab itu perlu adanya pendampingan pengembangan jaringan pemasaran online kepada pelaku UMKM di desa. Sebagai kabupaten perdagangan, Kabupaten Cirebon memiliki bebagai jenis UMKM unggulan seperti UMKM Batik, makanan olahan, rotan, perikanan dan lain-lain.

        Berdasarkan informasi dari Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Cirebon pada tahun 2018, jenis industry di Kabupaten Cirebon terlihat bahwa sebagian besar merupakan industri makanan yaitu sebanyak 18.161 unit, kemudian perdagangan sebanyak 10.401 unit, yang ketiga adalah industri jasa sebanyak 1.378 unit, dan industri konfeksi sebanyak 856 unit. Sementara industri lainya berada dibawah 100 unit. Salah satu daerah di Kabupaten Cirebon yang UMKM nya sedang berkembang adalah Desa Sindangkasih.

        Kondisi UMKM saat ini yang masih memiliki keterbatasan dalam penggunaan teknologi menyebabkan banyak usaha UMKM yang tidak mampu bersaing dengan pelaku usaha lain baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan peningkatan jejaring bisnis dan akses permodalan untuk UMKM. Salah satu upaya yang dapat dilaksanan adalah dengan melaksanakan “Program pendampingan Pengembangan UMKM melalui Digitalisasi Teknologi dan Integrasi Akses Permodalan” melalui pendampingan ini dapat meningkatkan pemasaran produk dan akses permodlan bagi pelaku UMKM di Desa Sindangkasih Kabupaten Cirebon.

        Tujuan program kegiatan pengabdian ini adalah meningkatkan kesadaran, teknik pemasaran produk, distribusi barang hasil produksi pelaku serta pengetahuan akses permodalan UMKM dalam perekembangan teknologi di Era dRevolusi Industri 4.0. Manfaat kegiatan program pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan pelaku UMKM untuk mendistribusikan dan mempromosikan hasil produksinya sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.

        Metode yang diterapkan untuk mencapai pemecahkan permasalahan ini adalah metode sistem tindakan dan pembelajaran yang partisipatif yang dikenal sebagai metode PLA (Participatory Learning and Action). PLA merupakan bentuk baru dari metoda pemberdayaan masyarakat yang dahulu dikenal sebagai “learning by doing” atau belajar sambil bekerja.

Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut, solusi yang dapat ditawarkan adalah sebagai berikut:

  1. Sosialisasi pentingnya penggunaan teknologi di Era Revolusi Industri 4.0 dalam persaingan bisnis yang mereka jalani. 
  2. Sosialisasi teknik pemasaran produk UMKM melalui media elektronik oleh pelaku UMKM di Desa Sindangkasih. 
  3. Sosialisasi jaringan distribusi barang hasil produksi UMKM di Desa Sindangkasih 
  4. Sosialisasi dan Pendampingan untuk mengakses permodalan oleh pelaku UMKM di Desa Sindangkasih.

Secara umum kegiatan pendampingan yang dilakukan sebagai berikut: 

  1. Tahap awal: Sosialisasi mengenai perkembangan teknologi bagi pelaku UMKM. Kegiatan ini dilakukan dengan penyampaian materi mengenai teknologi pemasaraan yang berkembang saat ini. Kemajuan teknologi saat ini memudahkan pelaku usaha untuk membuat produknya lebih efektif dan efisien serta ramah lingkungan.
  2. Tahap kedua : Pelatihan mengenai kemasan produk yang lebih modern dan lebih diminati masyarakat saat ini. Dalam tahap ini pelaku UMKM langsung diberikan pelatihan untuk membuat design kemasan, merk dagang dan komposisi yang tepat dalam pengemasan produknya.
  3. Tahap ketiga : dalam tahap terakhir ini pelaku UMKM diberikan pelatihan mengenai perencanaan usaha. Mulai dari menghitung biaya produksi, harga pokok produksi, biaya investasi hingga laba yang diinginkan. Sehingga mereka dapat membuat sebuah perencaanaan bisnis yang baik.

        Dalam kegiatan pengembangan UMKM di Desa Sindangkasih Kecamatan Beber Kabupaten Cirebon melalui Melalui Digitalisasi Tekonolgi Dan Integrasi Akses Permodalan tim melakukan model matrik sebagai indicator untuk melihat apakah ada peningkatan kapasitas dari UMKM tersebut dalam kegiatan pengembangan UMKM :

  1. Kewirausahaan
    Kondisi awal : Belum memahami makna darikewirausah aan dan pentingnya mempelajari manajemen kewirausahaan, Belum memahami prinsip-prinsip dasar kewirausahaan, belum dapat membedakan antara pedagang dan enterprenuer.
    Setelah Pendampingan : Memahami makna darikewirausah aan dan pentingnya mempelajari manajemen kewirausahaan dan dapat membedakan antara pedagang dan enterprenuer.

  2. Peluang dan kendala bisnis UKM, Memahami prinsip-prinsip dasar kewirausahaan
    Kondisi awal : Belum memahami kendalakendala yang terjadi dalam bisnis yang dijalankan , Belum dapat menjelaskan tantangan dan peluang yang ada dalam usaha yang dijalankan, Belum dapat memahami struktur usaha yang dijalankan.
    Setelah pendampingan : Memahami kendala kendala yang dapat timbul dari kegiatan usaha yang diajalankan, Memahami tentang peluang usaha dalam mengembangka n usaha yang dijalankan saat ini, Memahamai struktur usaha yang dijalankan saat ini, Memahami pengelolaan usaha yang baik dalam mengendalikan resiko yang mungkin terjadi.

  3. Permodalan UMKM
    Kondisi awal : Kesulitan menentukan jumlah modal yang dibutuhkan dalam menjalankan usahanya, Kesulitan mendapatkan akses permodalan, Kesulitan dalam menentukan penggunaan modal untuk usaha.
    Setelah pendampingan : Memahami tentang jenisjenis permodalan yang dapat diakses untuk modal usahanya, Memahami pentingnya modal usaha yang digunakan hanya untuk kegiatan produksi bukan konsumsi, Memahami pengelolaan modal busaha agar tidak terjebak dalam hutang yang berlebihan.

  4. Perencanaan Keuangan
    Kondisi awal : Belum memahami fungsi perencanaan keuangan - Belum mengetahui proses perencanaan keuangan - Belum memahami komponen biaya yang masuk ke modal awal usaha.
    Setelah pendampingan : Sudah memahami fungsi perencanaan keuangan untuk menentukan target/tujuan usaha baik jangka pendek dan jangka panjang, Sudah paham proses perencanaan keuangan yang terdiri dari penentuan modal awal, penentuan, HPP, pennetuan Harga jual, penentuan BEP, Proyeksi laba dan proyeksi payback period.


Kesimpulan :

        Peningkatan teknik pemasaran produk UMKM melalui pemasaran online dan pemasaran offline dengan memanfaatkan perekembangan teknologi saat ini dapat menjadikan biaya pemasaraan lebih efektif dan efisien. Dengan teknologi juga yang sebelumnya produk hanya dipasarkan di daerah setempat, saat ini produk yang dihasilkan sudah dipasarkan sampai di luar daerah. Maka dengan pendampingan ini diharapkan UMKM di daerah tersebut dapat terus berkembang.

        Diperlukan juga dukungan dari semua stakeholder (Dinas Koperasi & UMKM Kab. Cirebon atau lembaga terkait), sehingga pengembangan kapasitas UMKM Tenant dapat berjalan dengan efektif. Pemerintah juga harus membantu memfasilitasi promosi melalui pameran tingkat Kabupaten, Provinsi, maupun nasional secara kontinyu.

Semoga artikel ini bermanfaat. Mohon maaf apabila terdapat salah kata atau kalimat yang saya jelaskan.
Terima kasih.


Senin, 27 Juli 2020

Mitra BUMDES Kebonturi Kabupaten Cirebon

Mitra BUMDES  "SMS (Subur Makmur Sejahtera)"
Desa Kebonturi Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon


Keberadaan desa sangat penting dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan cita-cita bangsa menuju Indonesia sejahtera dan berkeadilan. Dalam strategi pembangunan nasional, desa terus mendapatkan perhatian besar, karena hampir separuh penduduk di Indonesia yaitu lebih dari 110 juta jiwa tinggal di perdesaan. Pembangunan yang terus dilakukan di pedesaan sejak era orde baru, era reformasi hingga saat ini, telah menunjukkan banyak kemajuan dari berbagai bidang seperti pendidikan, sosial maupun ekonomi. Namun sejalan dengan perkembangan jaman dan adanya pengaruh globalisasi, daya tarik kota telah menyebabkan tren urbanisasi yang terus meningkat. Masyarakat terus meninggalkan pedesaan dan pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan dan meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, pembangunan desa harus menjadi prioritas dalam pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia. 

BUMDES adalah salah satu kelembagaan di desa yang dibentuk oleh pemerintah untuk mendorong terciptanya peningkatan ekonomi desa. Masyarakat desa yang umumnya adalah bekerja dan bermata pencaharian di sektor pertanian, termasuk didalammnya adalah perkebunan, perikanan dan peternakan, diharapkan bisa terus meningkatkan produktivitasnya agar secara mandiri bisa meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraa mereka, sehingga secara nasional bisa meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan di Indonesia. Pemerintah dan seluruh pihak harus terus berupaya dan mendorong aktivitas ekonomi desa agar bisa meningkatkan produktivitasnya melalui pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. 

Berdirinya Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dilandasi oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu Pasal 213 ayat (1), disebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa” dan tercantum pula dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2005 tentang Desa. Pendirian badan usaha desa ini disertai dengan upaya penguatan kapasitas dan didukung oleh kebijakan daerah (Kabupaten/Kota) yang ikut memfasilitasi dan melindungi usaha masyarakat Desa dari ancaman persaingan para pemodal besar. Mengingat badan usaha milik Desa merupakan lembaga ekonomi baru yang beroperasi di pedesaan, maka mereka masih membutuhkan landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang. Pembangun landasan bagi pendirian BUMDES adalah Pemerintah, baik pusat ataupun daerah.

Didalam Undang-undang terbaru Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga disinggung Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Oleh karena itu, pengembangan BUMDES merupakan bentuk penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa serta merupakan alat pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai ragam jenis potensi yang ada di desa. Diharapkan BUMDES bisa menjadi menjadi tulang punggung perekonomian desa guna mencapai peningkatan kesejahteraan warganya.

Jenis usaha yang dapat dikembangkan melalui BUMDES diantaranya yaitu: 

  1. Bisnis Sosial, jenis usaha bisnis sosial dalam BUMDES yakni dapat melakukan pelayanan publik kepada masyarakat. Dengan kata lain memberi keuntungan sosial kepada warga, meskipun tidak mendapatkan keuntunggan yang besar.

  2. Bisnis Uang, BUMDES menjalankan bisnis uang yang memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat desa dengan bunga yang lebih rendah daripada bunga uang yang didapatkan masyarakat desa dari para rentenir desa atau bank-bank konvensional.

  3. Bisnis Penyewaan, BUMDES menjalankan bisnis penyewaan untuk melayani kebutuhan masyarakat setempat dan sekaligus untuk memperoleh pendapatan desa.

  4. Lembaga Perantara, BUMDES menjadi “lembaga perantara” yang menghubungkan komoditas pertanian dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan menjual produk mereka ke pasar, atau BUMDESmenjual jasa pelayanan kepada warga dan usaha-usaha masyarakat.

  5. Trading/ perdagangan, BUMDES menjalankan bisnis yang berproduksi dan/atau berdagahg barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada sekala pasar yang lebih luas

  6. Usaha Bersama, BUMDES sebagai ”usaha bersama”, atau sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada di desa, dimana masing-masing unit yang berdiri sendiri-sendiri ini, diatur dan ditata sinerginya oleh BUMDES agar tumbuh usaha bersama.


Pada kesempatan kali ini saya berkesempatan untuk melakukan penelitian dan wawancara dengan salah satu BUMDES di Desa Kebonturi, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. BUMDES ini bergerak di bidang kerajinan tangan. BUMDES ini termasuk dalam jenis Usaha Bersama, karena BUMDES di daerah desa Kebonturi menggandeng beberapa pengrajin agar dapat terus berkembang. 




Mitra BUMDES yang saya datangi bernama SMS (Subur Makmur Sejahtera) yang pengurusnya bernama Bapak Mahfudz Amir. Beliau menjalankan usahanya bersama anak laki-lakinya.
Sebelum digandeng oleh BUMDES sebagai Mitra, usaha beliau sudah dijalankan cukup lama. Hingga pada tahun 2019 usaha beliau dijadikan mitra BUMDES agar para pengusaha di desa Kebonturi terus dapat berkembang. Peran BUMDES untuk mendukung usaha ini adalah dengan menyediakan alat-alat dan melakukan pemasaran. Dengan bantuan alat-alat yang disediakan pemerintah desa, Bapak Mahfudz dapat melakukan proses produksi dengan cepat.

Beberapa hasil produk yang dapat dibuat antara lain adalah huruf timbul stainless, kaligrafi batu/kayu, plakat penghargaan, neon box dan beberapa kerajinan tangan lainnya. Barang-barang yang beliau pakai adalah dengan memanfaatkan barang-barang bekas seperti kayu, paralon, kaca yang didapatkan dari sisa-sisa pembangunan proyek.

Proses pemasaran mitra BUMDES ini awalnya hanya dari mulut ke mulut saja, namun saat ini pemasarannya sudah menjangkau jaringan luas melalui media sosial seperti Facebook dan Whatsapp.
Apabila beliau mendapatkan proyek besar, maka peran warga sekitar ikut membantu dalam pengerjaan proyek tersebut. Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa peran masyarakat sekitar sangat mendukung untuk berjalannya mitra BUMDES ini.

Kendala yang dihadapi dalam menjalankan Mitra BUMDES ini adalah kendala pengrajin, masih sedikitnya masyarakat yang berminat dan tertarik akan pembuatan kerajinan tangan. Banyaknya anak muda yang lebih memilih bekerja di Pabrik, maka dari itu dikhawatirkan untuk beberapa tahun kedepan tidak ada penerus yang dapat membantu mengembangkan salah satu usaha di desa Kebonturi.

Harapan Bapak Mahfudz selaku pengurus adalah dapat menggandeng Dinas Instansi dibidang kepariwisataan dan kerajinan agar hasil kerajinan dari Mitra BUMDES ini dapat dikenal lebih luas, karena saat ini proses pembuatan kerajinan hanya berdasarkan pemesanan saja. Beliau juga berharap dapat memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat sekitar desa agar dapat menciptakan pengrajin yang lebih banyak dan dapat dibangunkan galeri hasil pengrajin desa Kebonturi.

Menurut saya solusi yang dapat mengatasi kendala di Mitra BUMDES ini adalah dengan terus memasarkan hasil-hasil kerajinan. Pemasaran harus mulai masuk ke Online Shop agar lebih dikenal lagi oleh masyarakat luas. Terus mengembangkan inovasi-inovasi kerajinan yang dapat dijadikan ciri khas bahwa kerajinan tersebut berasal dari desa Kebonturi, mempunyai kualitas yang baik dan dapat bersaing dengan pengrajin-pengrajin diluar sana. BUMDES juga harus turut serta dalam mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa dengan mengembangkan usaha desa dapat meningkatkan kesejahteraan warga desa dan menciptakan nama baik desa yang akan dijadikan kebanggaan warga desa.







Sekian hasil survey dan wawancara yang dapat saya jelaskan mengenai BUMDES di desa Kebonturi, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. Semoga apa yang saya sampaikan dapat bermanfaat dan dijadikan motivasi kita untuk menjalankan usaha agar dapat meningkatkan nama baik desa tempat kita tinggal.
Artikel ini saya buat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Kewirausahaan Islami yang diampu oleh Bapak Dadang Priyono, S.E., M.PA. 

Untuk lebih lengkapnya dapat kalian lihat di Channel Youtube saya. Link : 


Senin, 29 Juni 2020

Penetapan Desa Wirausaha & Strategi Pengembangannya


Judul Jurnal : PENETAPAN DESA WIRAUSAHA DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA

Tahun : 2017

Penulis : Iman Hilman

Publikasi : JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi), E-ISSN 2502-5678

Review :

A. Pengertian Kewirausahaan dan Wirausaha (Entrepreneur) 

Kewirausahaan secara umum diartikan sebagai proses mengerjakan sesuatu yang baru atau kreatif dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih. Menurut Joko Untoro (2010) kewirausahaan adalah suatu keberanian untuk melakukan upaya-upaya memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan oleh seseorang, atas dasar kemampuan dengan cara memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Ronald Melicher (2011) mengemukakan bahwa kewirausahaan adalah proses dalam merubah ide menjadi kesempatan komersil dan menciptakan nilai (harga).
Adapun pengertian wirausahawan adalah orang yang menjalankan wirausaha. Berikut beberapa pengertian wirausahawan atau entrepreneur dari beberapa ahli: 
  1. Wirausahawan atau enterpreneur adalah orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil keuntungan daripadanya serta mengambil tindakan yang tepat untuk memastikan kesuksesan (Geoffrey, G. Meredit et al., 1996).
  2. Pengertian Kewirausahaan menurut Drucker (1996) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah suatu kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang berbeda dan baru.

B. Pengertian Desa Wirausaha

Geliat perekonomian perdesaan seringkali dinilai lambat dibanding pembangunan ekonomi perkotaan. Penataan ekonomi perdesaan perlu segera dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya desa secara optimal dengan cara yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Untuk mencapainya, diperlukan dua pendekatan yaitu: (a) Kebutuhan masyarakat dalam melakukan upaya perubahan dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan; dan (b) Political will dan kemampuan pemerintah desa bersama masyarakat dalam mengimplementasikan perencanaan pembangunan yang sudah disusun (Rustiadi, 2011). 

Potensi sumber daya desa selama ini belum termanfaatkan secara optimal. Jika pun ada yang memanfaatkan, cenderung eksploitatif dan tidak mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan akibat eksploitasi sumber daya desa. Salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa adalah mengembangkan kewirausahaan bagi masyarakat desa. Pengembangan desa wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan, migrasi penduduk, dan pengembangan lapangan kerja di desa. 

Pada Model Sistem Pembangunan Kewirausahaan Desa, pembangunan dilakukan dengan menggunakan Industri Desa sebagai driver penggerak berputarnya kegiatan ekonomi desa. Jika Industri Desa maju maka akan menarik usahausaha lainnya sehingga kegiatan perekonomian akan makin meningkat dan diharapkan dapat membawa ke peningkatan kesejahteraan masyarakat desa (Widjajani, 2015) 

Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif, maka merupakan hal yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi perdesaan. Desa wirausaha merupakan program yang dapat dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat desa pun dapat bermakna mengorganisir struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air, lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa. 
Gagasan melahirkan desa wirausaha merupakan keinginan untuk mengangkat potensi dan keunggulan suatu wilayah yang mampu menjadi penggerak kegiatan perekonomian yang berdampak lebih luas. Karakteristik yang merupakan penarik dan pendorong sehingga tercipta desa wirausaha memiliki dimensi yang luas melampaui batasbatas potensi sektoral. Artinya penciptaan nilai tambah dari potensi dasar (mentah) terjadi di desa wirausaha ini. Desa wirausaha tidak merupakan kampung atau kawasan yang dibatasi oleh administrasi, namun merupakan kawasan yang memiliki fungsi dan orientasi yang serupa.

Desa wirausaha juga akan berhimpit dengan wilayah-wilayah lainnya yang diposisikan untuk berinteraksi secara menguntungkan (bersinergis). Sinergitas dapat bersifat ke hulu atau ke hilir. Pengembangan desa wirausaha juga bertujuan meningkatkan peran koperasi dan UKM di desa, menumbuhkan wirausaha baru, meningkatkan kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan nilai tambah serta membuka lapangan kerja. 

Penetapan suatu desa wirausaha harus melalui assesment terhadap potensi wilayah, kondisi masyarakat, sarana dan prasarana, keterkaitan aktivitas ekonomi dengan wilayah-wilayah lainnya, aspek pendukung seperti kelembagaan keuangan, posisi geografis yang diuntungkan serta resultante keseluruhannya. Posisi yang diuntungkan maksudnya posisi yang strategis, seperti jalur/lintasan yang menghubungkan suatu wilayah potensial dengan wilayah potensial lainnya. Keuntungan tersebut dapat tergambarkan dari mudahnya memasarkan produk-produk yang dihasilkan sebagai dampak dari dekatnya dengan wilayah pemasaran (wilayah dengan jumlah penduduk yang tinggi yang ditunjang oleh tingkat daya beli yang tinggi pula). Keuntungan yang lain adalah kemudahan mendapatkan bahan baku dan bahan pendukung lainnya sebagai dampak dari dekatnya dengan wilayah potensi bahan baku yang didukung sarana dan prasarana yang memadai, seperti akses jalan dan akses komunikasi. Hal yang juga sangat penting adalah munculnya kebanggaan dari masyarakat yang berdomisili di desa wirausaha tersebut.


Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, metode penetapan desa wirausaha mempertimbangkan 3 (tiga) faktor yaitu faktor potensi wilayah, faktor harapan masyarakat dan faktor kebijakan pemerintah. Untuk faktor potensi wilayah, dilakukan dengan assessment. Assessment ini dilakukan dengan menilai potensi sebuah wilayah berdasarkan beberapa parameter dan indikator yang relevan.

C. Strategi Pengembangan Desa Wirausaha 

Penyusunan strategi pengembangan disusun berdasarkan potensi dan permasalahan yang dihadapi. 
Adapun strategi yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut:
  1. Peningkatan Kualitas SDM
  2. Peningkatan Kualitas Alat Produksi
  3. Pengembangan Kelembagaan Usaha
    a. Koperasi
    b. BUMDES (Badan Usaha Milik Desa)
  4. Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa
  5. Pengembangan Promosi Desa Wirausaha sebagai Desa Wisata
  6. Peningkatan Kualitas Infrastruktur
  7. Penyiapan Masyarakat

Potensi Usaha Unggulan di Tempat Tinggal :

Di wilayah tempat tinggal saya terletak di Pamitran Kelurahan Kejaksan Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon. Karena termasuk ke dalam pusat perkotaan dan tidak terdapat sumberdaya alam yang dapat diolah maka dari itu di wilayah tempat tinggal saya tidak memiliki potensi di sektor pertanian, peternakan, perikanan ataupun pertambangan. Tetapi hal tersebut tidak membuat pelaku UMKM di wilayah kami berkurang. Karena wilayah kami yang dekat dengan pasar, sekolahan, pertokoan dan kantor, maka mayoritas usaha yang kami jalankan adalah usaha perdagangan makanan atau minuman, seperti berjualan siomay, bakso, nasi kuning, nasi lengko, nasi goreng, es dawet, es campur dan berbagai jenis makanan dan minuman lainnya. 
Hal tersebut dilakukan karena melihat peluang bahwa terdapat banyaknya masyarakat yang pergi ke pasar untuk mencari bahan-bahan pokok, termasuk membeli sarapan ketika pagi hari. Banyaknya anak sekolah yang ingin membeli sarapan, karyawan toko & kantor yang mencari makan siang ketika waktu istirahat atau banyaknya karyawan yang membeli makan ketika waktu pulang bekerja di malam hari. Untuk bahan baku pun cukup mudah didapatkan karena berdekatan dengan pasar.

Untuk perihal potensi yang harus dikembangkan di wilayah tempat tinggal saya adalah bagaimana usaha tersebut dapat masuk ke bisnis online, dimana pembelian makanan ataupun minuman tersebut dapat dilakukan dengan online. Baik dibantu oleh perusahaan seperti Gojek atau Grab, ataupun dapat dilakukan pengiriman sendiri. Harus mulai memanfaatkan teknologi agar usaha mereka berkembang. Termasuk warung kelontong rumahan agar memudahkan warga setempat memesan dan membeli barang yang diperlukan.
Potensi yang juga dapat dikembangkan adalah menjadi supplier sayur, buah dan daging untuk perusahaan-perusahaan jasa pelayanan makanan dan minuman seperti restoran dan cafe. Apabila kita mempunyai modal yang cukup besar, usaha tersebut dapat dilakukan dan berpotensi mendapatkan keuntungan yang besar.

Demikian yang dapat saya review mengenai Desa Wirausaha, sebagai tugas mata kuliah Kewirausahaan Islami, meresume dan bedah jurnal dari Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi Volume 3 No. 2 Tahun 2017, Hal. 28-36 berjudul "Penetapan Desa Wirausaha dan Strategi Pengembangannya" yang disusun oleh Iman Hilman dari Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan.
Dalam Jurnal beliau juga dilakukan pengujian penetapan Desa Gunung Malang sebagai Desa Wirausaha, pada desa tersebut sebagian besarnya adalah seorang petani maka usaha yang mereka kembangkan pada umumnya adalah produk-produk pengolahan bambu seperti tusuk sate, boboko, tampah dan lain-lain.

Semoga artikel ini bermanfaat. Mohon maaf apabila terdapat salah kata atau kalimat yang saya jelaskan.
Terima kasih.

Sabtu, 20 Juni 2020

E-UMKM: Aplikasi Pemasaran Produk UMKM Berbasis Android



Judul Jurnal
: E-UMKM: APLIKASI PEMASARAN PRODUK UMKM BERBASIS ANDROID SEBAGAI STRATEGI MENINGKATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Tahun : 2017

Penulis : Meri Nur Amelia, Yulianto Eko Prasetyo, dan Iswara Maharani

Publikasi : Jurnal Prosiding SNATIF Ke-4, ISBN: 978-602-1180-50-1

Review Jurnal 

Perkembangan UMKM di Indonesia selalu mendapat perhatian khusus dari banyak kalangan termasuk pemerintah. Pasalnya, peran dan andil UMKM dalam perekonomian nasional terbilang strategis bila diteropong dari jumlah unit usahanya yang mendominasi, tingginya penyerapan tenaga kerja, besarnya kontribusi dalam pembentukan produk domestic bruto (PDB) nasional dan sumbangannya terhadap nilai ekspor. Dari Badan Pusat Statistik (BPS) hingga 2012, jumlah unit UMKM mencapai 56.534.592 unit atau 99,9% dari total unit usaha di Indonesia. Tenaga kerja yang mampu diserap oleh UMKM lebih dari 107.657.509 orang atau sebesar 97,16% dari angkatan kerja. Kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB mencapai Rp 4.870 triliun atau sebesar 59,08%. Terkait dengan sumbangan dalam pembentukan nilai ekspor, UMKM menyumbang sebesar Rp 167 triliun atau sebesar 14,06%. Diperlukan strategi khusus dalam upaya peningkatan daya saing dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh pelaku UMKM lokal untuk menghadapi persaingan usaha yang makin ketat. Sebab, pelaku UMKM dapat memanfaatkan teknologi seluas-luasnya untuk mengembangkan usahanya sehingga mereka bisa cepat maju dan siap secara global. Selain itu, diperlukan adanya upaya untuk melindungi dan mengenalkan produk UMKM di pasar mancanegara sehingga produk lokal Indonesia bisa menjaga eksistensinya. Salah satunya, yaitu melalui E-Produk Indonesia, Aplikasi berbasis android sebagai wadah pemasaran produk UMKM di pasar mancanegara sebagai langkah prospektif meningkatkan perekonomian Indonesia. Internet menjadi salah satu hal penting dalam bisnis terutama dalam pemasaran atau marketing. Sosial media marketing sangat penting bagi perkembangan bisnis terlebih lagi di era digital sekarang ini, karena selain mudah digunakan, biaya yang dibutuhkan pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis melalui sosial media juga murah.

E-UMKM merupakan konsep tentang sistem pemasaran produk hasil UMKM Indonesia dalam menembus pasar bebas ASEAN dengan basis aplikasi android. Karena keadaan yang ada di masyarakat para produsen UMKM masih mengalami masalah dalam proses pemasaran. Sehingga dengan adanya konsep E-UMKM diharapkan dapat membantu para produsen UMKM dalam memasarkan hasil produk mereka. E-UMKM sebenarnya hampir mirip dengan sistem pemasaran barang atau jasa secara online. Bedanya dalam E-UMKM proses jual beli dikontrol dan diawasi oleh pemerintah. Selain itu, yang boleh ikut memasarkan produk dagangannya adalah mereka yang telah mendapatkan izin atau sertifikat kelayakan penjamin mutu yang telah disahkan oleh pemerintah. Para produsen UMKM yang ingin memasarkan produknya terlebih dahulu harus mendaftar dan menguji kelayakan produk miliknya pada pemerintah yang ditunjuk dalam menangani hal tersebut, yaitu Kementerian Koperasi dan UMKM. Setelah mendapat sertifikat penjamin mutu, barulah mereka akan memperoleh username dan pasword untuk dapat mengunggah data-data yang berkaitan dengan produk mereka.

Tampilan Login pengguna Aplikasi E-UMKM

Dalam mewujudkan konsep melalui E-UMKM, aplikasi pemasaran produk UMKM berbasis Android, tentunya melibatkan banyak pihak dalam mengimplementasikannya. Pihak-pihak yang dipertimbangkan dalam mewujudkan konsep ini adalah sebagai berikut.
  1. Pemerintah 
    Pemerintah memiliki peranan yang sangat besar dalam mewujudkan konsep E-UMKM, yaitu sebagai pengawas pelaksanaan program, pengontrol pelaksanaan program, sekaligus sebagai akumulasi dana yang dibutuhkan dalam mewujudkan konsep E-UMKM.

  2. Kementerian Koperasi dan UMKM
    Kementerian Koperasi dan UMKM disini ikut andil dalam mewujudkan konsep E-UMKM, sebagai pelaksana membuat kebijakan, pengawas, dan menentukan produk hasil UMKM mana yang masuk dalam kriteria pemasaran serta pihak yang berwenang untuk mengeluarkan sertifikat penjamin mutu. Selain itu, Kementerian Koperasi dan UMKM juga berperan sebagai lembaga pemerintah yang bertugas untuk mensosialisasikan program E-UMKM, yang berkolaborasi dengan Kementerian Ekonomi. 

  3. Kementerian Ekonomi 
    Dalam implementasi konsep E-UMKM, peranan dari Kementerian Ekonomi yaitu sebagai pengontrol sirkulasi barang yang keluar masuk ke negara Indonesia, mengawasi pertumbuhan ekonomi, dan sebagai lembaga yang turt serta dalam mensosialisasikan konsep E-UMKM. 

  4. Kementerian Riset dan Teknologi 
    Dalam mengimplementasikan konsep E-UMKM, Kementerian Riset dan Teknologi berperan sebagai tim ahli yang ditunjuk oleh pemerintah dalam membuat aplikasi pemasaran produk hasil UMKM, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan E-UMKM dengan Kementerian Koperasi dan UMKM. 

  5. Masyarakat (Produsen UMKM) 
    Masyarakat (produsen UMKM) dalam mewujudkan konsep E-UMKM peranannya sebagai peserta masyarakat sasaran yang akan menggunakan E-UMKM untuk memasarkan hasil produk mereka ke berbagai negara di kawasan AFTA. 

  6. Perusahaan Jasa Pengiriman Barang 
    Perusahaan jasa pengiriman barang memiliki andil sebagai mitra kerja pemerintah dan produsen UMKM dalam memasarkan produknya baik di dalam negeri maupun di luar negeri hingga barang pesanan sampai ke tangan konsumen.

Langkah-Langkah Strategis dalam Mengimplementasikan konsep E-UMKM
Strategi yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan konsep E-UMKM, dengan menggunakan beberapa langkah penelitian dan sosialisasi. Langkah-langkah pengimplementasian ini adalah sebagai berikut.
  1. Tahap Pembuatan Aplikasi
    Langkah pertama yang dilakukan untuk menerapkan gagasan, yaitu dengan membuat aplikasi yang digunakan sebagai wadah untuk memasarkan produk UMKM.

  2. Tahap Sosialisai dan Pendataan serta Sertifikasi Produk UMKM
    Sosialisasi dilakukan di seluruh daerah-daerah di Indonesia mulai dari kota-kota besar hingga di pedesaan. Hal ini dilakukan supaya produkproduk UMKM yang berkualitas di daerah pelosok dapat dipasarkan. Selain melakukan sosialisasi lembaga yang ditunjuk untuk mendata dan memberikan sertifikat kelayakan produk mulai melakukan tugasnya. Dalam hal lembaga tersebut adalah lembaga-lembaga tingkat provinsi dan kabupaten yang telah ditunjuk Kementerian Koperasi dan UMKM untuk mendata dan memberikan sertifikat kelayakan produk untuk di pasarkan di pasar ASEAN. Pemberian sertifikat bagi produk-produk UMKM dilakukan sebagai jaminan kepada konsumen dari pemerintah Indonesia, sehingga setiap produk yang dipasarkan tidak mengecewakan konsumen.

  3. Tahap Input Data Produk UMKM yang Bersertifikat Ke Web
    Tahap selanjutnya adalah memasukkan data tentang produk tersebut ke dalam web yang disesuaikan dengan jenis produk dan wilayah produksi (misal Jawa Tengah). Sistem menginput data dilakukan oleh lembaga yang bertugas baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten. Akan tetapi input data juga dapat dilakukan oleh produsen sendiri. Hal itu, karena pada tahap pendataan dan pemberian sertifikat kelayakan produk, produsen diberi username dan pasword yang digunakan untuk menginput data jika sewaktu-waktu ada perubahan.

  4. Tahap Pengiriman Barang
    Tahap pengiriman barang dapat dilakukan sendiri oleh produsen melalui jasa pengiriman barang yang bekerjasama dengan pemerintah. Namun, bagi para produsen yang tidak paham dengan sistem pengiriman barang ke luar negeri, maka pihak pemerintah akan membantungan hingga pesanan sampai di tangan konsemen. Bagi produsen yang belum memiliki modal yang cukup, biaya pengiriman barang akan dibantu pemerintah dan produsen dapat melunasinya dengan sistem kredit dengan ketentuan yang telah ditetapkan
E-UMKM merupakan terobosan baru untuk memasarkan produk UMKM dalam usaha menumbuhkan dan mempertahankan eksistensi UMKM sebagai jawaban dari tantangan di Era Digital. Masih banyak kendala yang harus dibenahi dan bukan hanya menjadi tugas pemerintah Indonesia, tetapi juga menjadi tugas rakyat Indonesia. Solusi yang dapat ditawarkan dalam permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan pendidikan maupun pelatihan keahlian terhadap generasi muda maupun angkatan kerja Indonesia untuk mengembangkan kemampuan mereka agar dapat bersaing dengan generasi muda maupun angkatan kerja dari negara lain. Perlunya partisipasi aktif dari masyarakat untuk melakukan wirausaha maupun untuk mendapatkan informasi mengenai entrepreunership. Sudah bukan saatnya lagi Indonesia mengekspor bahan mentah ke luar negeri, melainkan industri nasional harus mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau malah lebih bagus menjadi barang jadi.

Demikian yang dapat saya review mengenai E-UMKM, sebagai tugas mata kuliah Kewirausahaan Islami, meresume dan bedah jurnal dari Jurnal Prosiding SNATIF Ke-4 Tahun 2017 berjudul "E-UMKM: Aplikasi Pemasaran Produk UMKM Berbasis Android sebagai Strategi Meningkatkan Perekonomian Indonesia", yang disusun oleh Meri Nur Amelia, Yulianto Eko Prasetyo, dan Iswara Maharani (Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang).

Semoga artikel ini bermanfaat. Mohon maaf apabila terdapat salah kata atau kalimat yang saya jelaskan.
Terima kasih.

Sabtu, 13 Juni 2020

Konsep Pembiayaan Dalam Perbankan Syariah


Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.

Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Untuk itu, sebelum masuk kepada masalah pengertian pembiayaan, perlu diketahui apa itu bisnis. Bisnis adalah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, pedagangan atau pengolahan barang (produksi). Dengan kata lain, bisnis merupakan aktivitas berupa pengembangan aktivitas ekonomi dalam bidang jasa, perdagangan, dan industri guna mengoptimalkan nilai keuntungan.

Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Istilah pembiayaan pada intinya berarti I believe, I Trust, saya percaya, saya menaruh kepercayaan. Perkataan pembiayaan yang berarti (trust) berarti lembaga pembiayaan selaku sahib almal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan Islam, istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif. Aktiva produktif adalah penanaman dana bank Islam, baik dalam rupiah maupun valuta asing, dalam bentuk pembiayaan, piutang, qard, surat berharga Islam, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening administrasi, serta sertifikat wadiah.

Pembiayaan dilakukan oleh lembaga yang disebut dengan Bank atau Perbankan. Perbankan dalam kehidupan suatu negara adalah salah satu agen pembangunan (agent of development). Hal ini dikarenakan adanya fungsi utama dari perbankan itu sendiri, yaitu sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Fungsi inillah yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary function). Dalam Bank Syariah kegiatan operasionalnya harus bebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh Islam, yaitu maysir, garar, riba, risywah, dan batil. Dengan demikian, hal ini berbeda dengan bank konvensional yang kegiatan operasionalnya menggunakan prinsip bunga yang oleh sebagian besar ulama dikatakan sama dengan riba.

Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan (financial intermediary), yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dengan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya, baik lembaga negara maupun swasta. Dalam kegiatan penyaluran dana, bank syari’ah melakukan investasi dan pembiayaan. Disebut investasi, karena prinsip yang digunakan adalah prinsip penanaman dana atau penyertaan, dan keuantungan akan diperoleh bergantung pada kinerja usaha yang menjadi objek penyertaan tersebut sesuai dengan nisbah bagi hasil yang diperjanjikan sebelumnya. Disebut, pembiayaan karena bank syari’ah menyediakan dana guna membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukannya dan layak memperolehnya.

Kedudukan bank syari’ah dalam hubungan dengan para nasabah adalah sebagai mitra investor dan pedagang, sedang dalam hal pada umumnya, hubungannya adalah sebagai kreditur atau debitur. Setiap lembaga keuangan syari’ah mempunyai falsafah mencari keridaan Allah swt. untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan agama harus dihindari.

Berikut falsafah yang harus diterapkan oleh bank syari’ah dalam menjalankan operasionalnya.
  1. Menjauhkan diri dari unsur riba, dengan cara:
    1. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Luqman [31]: 34: 
      “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan, tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan, tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Luqman [31]: 34)
    2. Menghindari penggunaan sistem persentase untuk pembebanan biaya terhadap utang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis utang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Ali Imran [3]: 130: 
      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda12 dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran [3]: 130)
    3. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan, baik kuantitas maupun kualitas.
    4. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela.
  2. Menerapkan sistem bagi hasil dalam perdagangannya, dengan mengacu pada Q.S. al-Baqarah [2]: 275: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat). Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 275).
    Selain itu, juga terdapat dalam Q.S. an-Nisa’ [4]: 29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan, janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. an-Nisa’ [4]: 29)

Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syari’ah harus memenuhi dua aspek yang sangat penting, yaitu:
  1. Aspek syar’i, di mana dalam setiap realisasi pembiayaan kepada para nasabah, bank syari’ah harus tetap berpedoman pada syari’ah Islam, antara lain tidak mengandung unsur maysir, garar, riba, serta bidang usahanya harus halal.
  2. Aspek ekonomi, yakni dengan tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan, baik bagi bank syari’ah maupun bagi nasabah bank syari’ah.



  • Prinsip-Prinsip Pembiayaan

Pemberian pembiayaan konvensional meminjamkan uang kepada yang membutuhkan dan mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara membungakan uang yang dipinjam tersebut. Prinsip meniadakan transaksi semacam ini dan mengubahnya menjadi pembiayaan dengan tidak meminjamkan sejumlah uang pada customer, tetapi membiayai proyek customer. Dalam hal ini, bank berfungsi sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut. Sebagai gantinya, pembiayaan usaha customer tersebut dapat dilakukan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan customer, lalu bank menjual kembali kepada customer, atau dapat pula dengan cara mengikutsertakan modal dalam usaha customer.

Lazimnya dalam bisnis prinsip pembiayaan, ada tiga skim dalam melakukan akad pada bank syariah, yaitu:

  1. Prinsip Bagi Hasil
    Fasilitas pembiayaan yang disediakan di sini berupa uang tunai atau barang yang dinilai dengan uang. Jika dilihat dari sisi jumlah, dapat menyediakan sampai 100% dari modal yang diperlukan, ataupun dapat pula hanya sebagian saja berupa patungan antar bank dengan pengusaha (customer). Jika dilihat dari sisi bagi hasilnya, ada dua jenis bagi hasil (tergantung kesepakatan), yaitu revenue sharing atau profit sharing. Adapun dalam hal presentase bagi hasilnya dikenal dengan nisbah, yang dapat disepakati dengan customer yang mendapat faslitas pembiayaan pada saat akad pembiayaan.
    Prinsip bagi hasil ini terdapat dalam produk-produk:
    1. Mudaharabah, yaitu akad kerja sama uaha antara dua pihak di mana pihak pertama (sahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
    2. Musyarakah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
    3. Muzara’ah, yaitu akad kerja sama atau percampuran pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap dengan sistem bagi hasil atas dasar hasil panen. Adapun jenis-jenis muzara’ah adalah: (a) muzara’ah, yaitu kerja sama pengolahan lahan di mana benih berasal dari pemilik lahan; (b) mukhabarah, yaitu kerja sama pengolahan lahan di mana benih berasal dari penggarap.
  2. Prinsip Jual Beli
    Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin/mark-up). Prinsip ini dilaksanakan karena adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditetapkan di muka dan menjadi bagian antar harga barang yang diperjualbelikan. 
    Prinsip ini terdapat dalam produk:
    1. Bai‘ al-Murabah}ah, yaitu akad jual beli barang tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil. 
    2. Bai‘ al-muqayyadah, yaitu jual beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). 
    3. Bai‘ al-mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Jual beli semacam ini menjiwai semua produk lembaga keuangan yang didasarkan atas prinsip jual beli. 
    4. Bai‘ as-salam, yaitu akad jual beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati.
    5. Bai‘ al-istisna, yaitu kontrak jual beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu, tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.
  3. Prinsip Sewa-menyewa
    Selain akad jual beli yang telah dijelaskan sebelumnya, ada pula akad sewa-menyewa yang dilaksanakan dalam perbankan syari’ah. 
    Prinsip ini terdiri atas dua jenis akad, yaitu:
    1. Akad ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. 
    2. Akad ijarah muntabiha bi at-tamlik, yaitu sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang menandakan dengan ijarah biasa.

  • Jenis-Jenis Pembiayaan

Jenis-jenis pembiayaan pada dasarnya dapat dikelompokkan menurut beberapa aspek, di antaranya:

  1. Pembiayaan menurut tujuan. 
    Pembiayaan menurut tujuan dalam bank syari’ah dibedakan menjadi: 
    1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha. 
    2. Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif.
  2. Pembiayaan menurut jangka waktu. 
    Pembiayaan menurut jangka waktu dibedakan menjadi
    1. Pembiayaan jangka waktu pendek, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun. 
    2. Pembiayaan jangka waktu menengah, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun. 
    3. Pembiayaan jangka waktu panjang, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan watu lebih dari 5 tahun.

Selain itu, pembiyaan dalam bank syari’ah juga diwujudkan dalam bentuk pembiayaan aktiva produktif dan aktiva tidak produktif. Adapun jenis pembiayaan yang dimaksud sebagai berikut.

A. Pembiayaan yang bersifat aktiva produktif, antara lain :
  1. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Jenis pembiayaan dengan prinsip bagi hasil ini meliputi:
    1. Pembiayaan mudharabah. Pembiayaan mudharabah merupakan akad bagi hasil ketika pemilik dana/modal atau biasa disebut sahib al-mal menyediakan modal (100%) kepada pengusaha sebagai pengelola atau biasa disebut mudarib, untuk melakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad.
      Ada dua tipe pembiyaan mudharabah, yaitu Mudarabah mutlaqah dan Mudarabah muqayyadah.
    2. Pembiayaan musyarakah. Pembiayaan musyarakah adalah suatu perjanjian usaha antara dua atau beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek, di mana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam manajemen proyek. Keuntungan dari hasil usaha bersama ini dapat dibagikan, baik menurut proporsi penyertaan modal masing-masing maupun sesuai dengan kesepakatan bersama (unproportional). Manakala merugi, kewajiban hanya terbatas sampai batas modal masing-masingPembiayaan dengan prinsip jual beli.
  2. Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian atas barang yang dijual
  3. Pembiayaan dengan prinsip sewa. Transaksi ijarah (sewa) dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi, pada dasarnya ijarah sama dengan prinsip jual beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
B. Pembiyaan yang bersifat aktiva tidak produktif.
Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan adalah berbentuk pinjaman, yaitu:

  1. Pinjaman qard atau talangan, yaitu penyediaan dana atau tagihan antara bank Islam dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Aplikasi qard dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu: 
    1. Sebagai pinjaman talangan haji, di mana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan haji. 
    2. Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syari’ah, di mana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan. 
    3. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan, bank akan memberatkan pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli atau bagi hasil.
    4. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, di mana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya.
  • Analisis Kelayakan Pembiayaan

Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga penyalur dana, bank syari’ah perlu memerhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan analisis kelayakan pembiayaan. Secara umum, analisis kelayakan pembiayaan tersebut terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:
  1. Pendekatan analisis pembiayaan. Ada beberapa pendekatan analisis pembiayaan yang dapat diterapkan oleh para pengelola bank syari’ah dalam kaitannya dengan pembiayaan yang akan dilakukan, yaitu: 
    1. Pendekatan jaminan, artinya bank dalam memberikan pembiayaan selalu memerhatikan kuantitas dan kualitas yang dimiliki oleh peminjam. 
    2. Pendekatan karakter, artinya bank mencermati secara sungguh-sungguh terkait dengan karakter nasabah. 
    3. Pendekatan kemampuan pelunasan, artinya bank menganalisis kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil.
    4. Pendekatan dengan studi kelayakan, artinya bank memerhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh nasabah peminjam. 
    5. Pendekatan fungsi-fungsi bank, artinya bank memerhatikan fungsinya sebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.
  2. Penerapan prinsip analisis pembiayaan. Prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C, yaitu: 
    1. Character, yaitu sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman. 
    2. Capacity, yaitu kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil. 
    3. Capital, yaitu besarnya modal yang diperlukan peminjam. 
    4. Colateral, yaitu jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank.
    5. Condition, yaitu keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak

      Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu constraint, artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.
  3. Penerapan prosedur analisis pembiayaan.
    Aspek-aspek penting dalam analisis pembiayaan yang perlu dipahami oleh pengelola bank syari’ah adalah: 
    1. Berkas dan pencatatan. 
    2. Data pokok dan analisis pendahuluan. 
    3. Penelitian data. 
    4. Penelitian atas realisasi usaha. 
    5. Penelitian atas rencana usaha. 
    6. Penelitian dan penilaian barang jaminan. 
    7. Laporan keuangan dan penelitiannya.
  4. Penentuan kebijakan pembiayaan bank syari’ah, terdiri atas:
    1. Kebijakan umum pembiayaan bank syari’ah, untuk pemilihan/ penentuan sektor-sektor sebagaimana diuraikan berikut, seyogianya ditetapkan secara bersama oleh dewan komisaris, direksi, serta dewan pengawas syari’ah mengenai jenis besarannya (nilai rupiahnya) sehingga atas pilihan-pilihan yang akan ditentukan diharapkan dapat memenuhi aspek syar’i, di samping aspek ekonomisnya. 
    2. Pengambil keputusan pembiayaan. Dalam realisasi suatu pembiayaan secara inheren terdapat risiko yang melekat, yakni pembiayaan bermasalah sehingga kondisi terpuruknya menjadi macet. Guna menghindari risiko demikian, kiranya dalam setiap pengambilan keputusan suatu permohonan pembiayaan, baik di kantor pusat maupun kantor-kantor cabang atau cabang pembantu, dapat dihasilkan keputusan yang “objektif ”. Keputusan mana hanya dapat diperoleh jika prosesnya melibatkan suatu tim pemutus komite pembiayaan, berapa pun besar plafon/limit pembiayaan yang dinilai/diputus.
  • Pengawasan dan Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Secara umum, pembiayaan bermasalah disebabkan oleh faktor-faktor intern dan faktor-faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri, dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Timbulnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam kebijakan dalam pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup.
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi, dan lain-lain.

Mengendalikan terjadinya pembiayaan bermasalah dapat dilakukan sebagai berikut.
  1. Sebelum realisasi pembiayaan. Dalam tahapan ini, berdasarkan persetujuan nasabah di atas, bank melakukan penutupan asuransi dan/atau pengikat agunan (jika diperlukan). Setelah ini selesai, baru pembiayaan dapat dilakukan. 
  2. Setelah realisasi pembiayaan. Bagi bank, pencairan pembiayaan barulah akhir episode permohonan yang selanjutnya merupakan awal pemeliharaan dan pemantauan pembiayaan. Dalam tahap awal pencairan, dana diarahkan pada pembiayaan sebagaimana diajukan dalam permohonan/persetujuan bank, jangan sampai “bocor”, dalam arti lari ke luar kesepakatan. Selanjutnya, bank melakukan pembiayaan dan kontrol atas aktivitas bisnis nasabah.
Risiko yang terjadi dari pinjaman adalah peminjaman yang tertunda atau ketidakmampuan peminjam untuk membayar kewajiban yang telah dibebankan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka bank syari’ah harus mampu menganalisis penyebab permasalahannya.

Demikian yang dapat saya jelaskan mengenai konsep pembiayaan dalam perbankan syariah, sebagai tugas mata kuliah Kewirausahaan Islami, meresume dan bedah jurnal dari Jurnal Penelitian, Vol. 9, No. 1, Februari 2015 berjudul "Konsep Pembiayaan Dalam Perbankan Syari'ah", yang disusun oleh Rahmat Ilyas (STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, Indonesia).

Semoga artikel ini bermanfaat. Mohon maaf apabila terdapat salah kata atau kalimat yang saya jelaskan.
Terima kasih.

Minggu, 03 Mei 2020

Business Plan : Definisi & Komponen


Definisi Business Plan

Business Plan atau Rencana Bisnis adalah suatu dokumen tertulis yang mengemukakan tentang ide pokok yang mendasari pertimbangan-pertimbangan untuk memulai atau mendirikan suatu bisnis dan hal-hal yang berkaitan dengan pendirian tersebut atau memulai bisnis dari awal.

Sebuah dokumen tertulis yang menggambarkan sifat dari bisnis, penjualan dan strategi pemasaran, latar belakang keuangan, dan proyeksi ke depan terkait dengan keuntungan (profit) serta kerugian (hambatan dalam mendapatkan keuntungan). Rencana bisnis juga bisa mengandung informasi mengenai latar belakang organisasi atau tim yang bertanggung jawab untuk memenuhi tujuan itu.
Sebuah rencana bisnis pada dasarnya adalah peta jalan untuk pemilik usaha, membantu mereka mengumpulkan semua aspek yang berbeda untuk usaha masa depan mereka.

Pengertian Business Plan menurut beberapa ahli
Berikut ini terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai business plan, yakni sebagai berikut:
  1. Hisrich dan Peters (1995:113)
    Rencana Bisnis adalah dokumen tertulis yang disiapkan oleh pengusaha yang menggambarkan semua elemen eksternal dan internal yang relevan yang berkaitan dalam memulai usaha baru.
  2. Megginson (2000)
    Rencana Bisnis adalah suatu rencana tertulis yang memuat kecil dan tujuan bisnis, cara kerja dan rincian keuangan, struktur para pemilik dan manajemen dan bagaiman acara memperoleh tujuan bisnisnya.
  3. Bygrave (1994:114)
    Rencana Bisnis adalah suatu dokumen yang menyatakan keyakinan akan kemampuan sebuah bisnis untuk menjual barang dan jasa dengan menghasilkan keuntungan yang memuaskan dan menarik bagi penyandang dana (investor)
Penyusunan Business Plan


Terdapat beberapa komponen dalam menyusun sebuah business plan, antara lain :
  1. Executive Summary
    Bagian pertama ini harus mampu berdiri sendiri sebagai ringkasan dari rencana bisnis keseluruhan. Ini harus mencakup semua elemen penting dari bisnis kita. 
    Deskripsi bisnis bertujuan untuk menjelaskan secara singkat apa bidang usaha yang akan dijalankan, beserta potensi produk dan kemungkinannya untuk bertahan dan berkembang di masa depan. Dalam deskripsi bisnis ini, diharapkan semua orang yang nantinya terlibat dalam bisnis, akan mengetahui potensi dan arah pengembangan dari bisnis tersebut. Karena terkadang investor yang sibuk hanya membaca ringkasan eksekutif.

  2. Company Overview
    Bagian ini harus menjelaskan perusahaan kita. 
    Who are you, where are you, and what do you do?
    Berisi data perusahaan kita seperti nama perusahaan, pemilik perusahaan, bentuk perusahaan, alamat perusahaan, nomor telepon, email, dan alamat web perusahaan.
    Tidak lupa menyertakan visi dan misi perusahaan yang merangkum apa yang akan kita coba lakukan.

  3. Products and Services
    Menjelaskan produk dan jasa yang kita sediakan. Deskripsikan dengan jelas apa produknya, terbuat dari apa bahannya dan bagaimana proses produksinya.

  4. Marketing and Sales Plan
    Menjelaskan bagaimana cara perusahaan menjual dan memperkenalkan produk ke masyarakat luas. Menentukan segmentasi pasar, yaitu membagi atau mengelmpokkan pasar yang heterogen menjadi pasar yang homogen atau memiliki kesamaan dalam hal minat, daya beli, geografi, perilaku pembelian maupun gaya hidup.
    Dalam langkah ini juga kita harus mendeskripsikan marketing produknya yang lain, dapat mengkombinasikan dengan Bauran Pemasaran atau Marketing Mix 7P (Product, Place, Price, People, Promotions, Process, Physical Evidence)

  5. Strategy and Implementation
    Mendeskripsikan bagaimana strategi untuk menjual barang tersebut sehingga menjadi Trending Topic ataupun laku di pasaran baik dengan cara unik ataupun generik.
    Metode strategi dapat berupa Below The Line & Above The Line, On-Line & Off-Line.
    • Below The Line ( BTL) adalah segala aktifitas marketing atau promosi yang dilakukan di tingkat retail/konsumen dengan salah satu tujuannya adalah merangkul konsumen supaya aware dengan produk kita, contohnya : program bonus/hadiah, event, pembinaan konsumen dll.
    • Above The Line (ATL) artinya adalah pemasaran yang melakukan pemasaran produk / jasa dengan menggunakan media massa. Media yang digunakan biasanya adalah media televisi, radio, media cetak (koran, majalah, dll). Dan saat ini ketika Internet sangat booming menggunakan iklan pada search engine atau banner pada situs-situs terkenal.
    • Strategi Pemasaran Online adalah strategi pemasaran yang untuk mencapai target konsumen pemasaran menggunakan media online, seperti SEO (Search Engine Optimization), SEM (Search Engine Marketing) dan social media. Jadi, cakupan untuk memilih pelanggan lebih luas baik dalam negeri maupun luar negeri.
    • Strategi Pemasaran Offline adalah pemasaran yang dilakukan untuk menarik target konsumen adalah dengan membuat spanduk di sekitar toko atau bisa juga dengan membagikan brosur. Untuk toko yang besar ia bisa menggunakan televisi ataupun radio, bahkan tak jarang yang masih memakai brosur. Strategi ini hanya menjangkau wilayah kecil.
  6. Management Team
    Mendeskripsikan bagaimana bagian-bagian dalam tim, job description serta fungsi masing-masing sesuai dengan struktur organisasi perusahaan. Berapa banyak orang yang dapat dipekerjakan dalam suatu proses produksi. Dapat juga menambahkan mengenai SOP dalam perusahaan.
    Dapat menampilkan layout organisasi dan menjelaskan tugas pokok fungsinya.

  7. Financial Plan
    Mendeskripsikan bagaimana perencanaan produksi menggunakan sumber daya modal. Darimana sumber dana berasal, bagaimana mengatur anggaran agar efisien namun tetap dapat mengoperasikan seluruh divisi dalam perusahaan agar berjalan lancar.
    Deskripsikan pula HPP diperoleh darimana sehingga dapat menjelaskan harga produk untuk pasaran, sertakan alasan mengapa menjual di harga tersebut.
    Deskripsikan juga berapa target penjualan agar memperoleh laba dan profit.
    Pada bagian ini berisi semua biaya estimasi seluruh proses yang dilakukan perusahaan, termasuk proses produksi, proses marketing dan lain-lain.

  8. Appendices
    Berisi data-data pendukung ataupun grafik yang mendukung business plan. Dapat berisi gambar-gambar lainnya.
Perlu diketahui di zaman yang era digital sekarang, dalam membuat sebuah business plan tidak lagi menggunakan kertas yang berbentuk seperti proposal. Kita juga dapat membuat sebuah business plan yang menarik agar para investor dapat tertarik untuk masuk ke dalam bisnis yang akan kita jalankan. Contohnya adalah seperti apa yang sudah dilakukan oleh Jennifer Lee seorang pebisnis yang sangat kreatif dalam membuat perencanaan bisnis. Dan buku karangan beliau yang berjudul "The Right-Brain Business Plan".





Demikian yang dapat saya jelaskan mengenai Business Plan, sebagai tugas meresume materi perkuliahan pada hari Sabtu, 2 Mei 2020, yang dijelaskan oleh Bapak Dadang Priyono, S.E., M.PA. selaku dosen pengampu mata kuliah Kewirausahaan Islami, Universitas Muhammadiyah Cirebon.

Semoga artikel ini bermanfaat. Mohon maaf apabila ada salah kata atau kalimat yang saya jelaskan.
Terima kasih.



Pengikut